Get Gifs at CodemySpace.com

Kamis, 30 Juni 2011

Model- model Pembelajaran Menulis Drama


Menulis drama jarang diajarkan di sekolah, lebih-lebih di SD. Padahal dalam kesehariannya anak-anak sering bermain darama. Perhatikan, anak TK yang sedang bermain. Ia pandai bermonolog. Ia sendiri jadi pengarang, sutradara, sekaligus juga jadi pemainnya. Tidak ada yang mengajari se ara formal, anak-anak umumnya mampu “mengarang” cerita untuk diperankannya sendiri. Ia dapat berperan sebagai seorang pedagang dan sekaligus sebagai pembeli dalam permainan jual-jualan yang dilakukian seidiri di belakang rumah. Hal itu menujukkan bahwa anak-anak sebetulnya memiliki naluri berdrama. Dengan demikian, menulis drama bagi anak-anak bukan merupakan hal yang sudah asalkan orang dewasa mau mengajaknya dengan cara yang baik dan menyenangkan.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa model pembelajaran menulis drama yang dapat anda terapkan di kelas Anda.
1.      Mengisi dialog patonim
Model ini diawali dengan kegiatan siswa menonton pantonim yang dilakukan oleh seorang siswa dari kelas itu sendiri. Dikelas 1 dan 2 siswa pernah melakukan pantonom dengan cara mniru perilakunya. Perilaku nyata yang mereka pantomimkan adalah prilaku yang sering mereka lihat, yang telah mereka akrabi. Jadi, kriteria sesuai dengan lingkungan harus senantiasa dieprhatikan guru. Selanjutnya, setelah menonton pantomim, siswa diminta menuliskan percakapan yang sekiranya tepat untuk gerakan pantomim itu.
Sekiranya masih ada waktu, mereka diminta melengkapi dialog tersebut dengan petunjuk lak, busana, latar dan sebagainya, sehingga menjadi naskah sederhana yang lengkap.

2.      Mencatat dialog sosiodrama
Sosiodrama juga sudah dilakukan di kelas rendah. Pada saat itu siswa hanya memerankan saja tanpa mencatat dialognya. Dalam pembelajaran dengan model ini siswa diminta mencatat atau merekam dialog yang diucapkan temannya. Untuk itu kegiatan pembelajarannya dilakkan dalam kelompok. Siswa berbagi tugas, siapa yang bersosiodrama dan siapa yang mencatat atau merekam dialog yang diucapkan temanna. Kegiatan selanjutnya melengkapi dialog tersebut dengan unsur-unsur lain, seperti yang dilakukan dalam menulis drama melalui menonton pantomim. Kegiatan ini dapat dilakukan di rumah. Hasil pekerjaan mereka kemudian dibacarakan bersama. Setiap siswa mendapat peran sesuai dengan pembagian yang telah mereka tetapkan.
3.      Mencatat dialog tentang suatu benda
Kegiatan yang dilakukan hampir sama dengan kegiatan pembelajaran dalam kedua model terdahulu. Dalam model ini dialog dirangsang dengan menggunakan suatu benda yang diambil dari lingkungan sekitar. Benda itu dapat berupa ranting, daun, bunga, bat atau apa saja yang dapat diperoleh dengan mudah. Caranya, pertama mintalah dua orang siswa atau lebih tampil ke depan kelas setelah terlebih dulu Anda perlihatkan kepada mereka suatu benda. Biarkan mereka ertanya jawab tentang benda itu. Mungkin dialog yang terjadi apa adanya sesuai dengan tanggapan mereka, misalnya:
Siswa 1  : “Bawa apa itu?”
Siswa 2  : “Bunga”
Siswa 1  : “Dari mana kaudapat?”
Siswa 2  : “Kupetik di pinggir jalan”
Siswa 1  : “Kamu, mencuri ya?”
Siswa 2  : “Tidak, bunga itu tumbuh liar”
Siswa 1  : “Untuk apa bunga itu?”
Siswa 2  : “Kutaruh dalam vas untuk penghias kamarku”
Sampai disitu saja sudah bagus, bukan? Siswa sudah dapat berdialog. Bila ingin dialog itu berkembang, anda perlu menempuh cara kedua, yaitu merangsang timbulnya daya fantasi siswa, misalnya anda mengatakan demikian: “Anak-anak, ibu punya bunga yang ibu petik dari halaman rumah. Kamu semua dapat membayangkan bunga itu dipetik dimana, oleh siapa dan untuk apa. Kamu boleh berkhayal tentang apa saja tentang bunga ini. Misalnya kamu boleh berkhayal tentang bunga obat yang dapat mengobati putri raja atau pangeran dari suatu kerajaan. Putri raja atau pangeran itu boleh kaubari nama siapa saja. Coba kaubuat cerita tentang hal itu dalam bentuk dialog!”
Dengan cara seperti itu, fantasi siswa akan terangsang sehingga mereka tergerak menyusun dialog yang lebih imajinatif lagi. Setelah selesai, bacakan dialog yang mereka susun di depan kelas. Selanjutnya, pembacaan naskah dilakukan oleh beberap orang siswa sesuai dengan peran yang ada, pemilihan pembaca dilakukan oleh si penulis dialog.
4.      Menulis dialog boneka
Pembelajaran menulis drama melalui boneka ini hampir sama kegiatannya dengan kegiatan dari model mencatat dialog tentang suatu benda. Di sini benda itu diganti dengan boneka. Boneka yang dijadikan sebagai perangsang lahirnya dialog dapat berjumlah beberapa buah. Dialog yang dihasilkan dapat berupa dialog beberapa orang siswa tentang boneka atau dialog bagi setiap boneka yang akan dimainkan. Selain itu, dialog yang dihasilkan dpat berupa dialog nyata atau dialog fantasi.
5.      Menulis dialog topeng
Pembelajaran menulis dialog topeng, sama kegiatannya dengan model pembelajaran menulis dialog dengan menggunakan benda atau boneka. Siswa diminta mengamati topeng-topeng yang ada. Kemudian menyimpulkan karakter atau watak topeng-topeng itu. Selanjutnya, kegiatan dapat berjalan melalui dua cara. Cara pertama dengan memerankan terlebih dulu dan kedua langung menulis dialog untuk setiap topeng.
Kedua cara itu dapat ditempuh bersama-sama sesuai dengan kondisi kelas dan pertimbangan lainnya. Yang penitng siswa dapat bermain, bersenang-senang, dan menghasilkan tulisan berupa naskah drama.
Beberapa model pembelajaran menulis fiksi yang dapat digunakan untuk kelas 3-6 SD telah Anda pelajari. Model-model itu sebenarnya hanya sebagai perangsang awal untuk mengajak siswa mulai menulis fiksi. Jika mereka sudah mampu, anda dapat mengajaknya tanpa bantuan benda, boneka atau topeng dalam pembelajaran menulis fiksi selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar