Menulis drama jarang diajarkan di sekolah, lebih-lebih di SD. Padahal dalam kesehariannya anak-anak sering bermain darama. Perhatikan, anak TK yang sedang bermain. Ia pandai bermonolog. Ia sendiri jadi pengarang, sutradara, sekaligus juga jadi pemainnya. Tidak ada yang mengajari se ara formal, anak-anak umumnya mampu “mengarang” cerita untuk diperankannya sendiri. Ia dapat berperan sebagai seorang pedagang dan sekaligus sebagai pembeli dalam permainan jual-jualan yang dilakukian seidiri di belakang rumah. Hal itu menujukkan bahwa anak-anak sebetulnya memiliki naluri berdrama. Dengan demikian, menulis drama bagi anak-anak bukan merupakan hal yang sudah asalkan orang dewasa mau mengajaknya dengan cara yang baik dan menyenangkan.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa model pembelajaran menulis drama yang dapat anda terapkan di kelas Anda.
1. Mengisi dialog patonim
Model ini diawali dengan kegiatan siswa menonton pantonim yang dilakukan oleh seorang siswa dari kelas itu sendiri. Dikelas 1 dan 2 siswa pernah melakukan pantonom dengan cara mniru perilakunya. Perilaku nyata yang mereka pantomimkan adalah prilaku yang sering mereka lihat, yang telah mereka akrabi. Jadi, kriteria sesuai dengan lingkungan harus senantiasa dieprhatikan guru. Selanjutnya, setelah menonton pantomim, siswa diminta menuliskan percakapan yang sekiranya tepat untuk gerakan pantomim itu.
Sekiranya masih ada waktu, mereka diminta melengkapi dialog tersebut dengan petunjuk lak, busana, latar dan sebagainya, sehingga menjadi naskah sederhana yang lengkap.