Get Gifs at CodemySpace.com

Kamis, 30 Juni 2011

Prinsip-prinsip Pembelajaran Menulis Fiksi


Prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi harus diketahui guru agar dalam mengelola pembelajranya dapat berlangsung dengan baik sehingga siswa dapat belajar dengan penuh makna. Kebermaknaan belajar menulis fiksi bagi siswa merupakan modal dasar untuk menumbuhkembangkan sikap positifnya terhadap bahasa Indonesia sebagai bahsa nasional. Sikap seperti itu akan menubuhkan rasa bangga pada diri siswa terhadap bahsa persatuan dan kesatuan kita
Prinsip-prinsip pembelajaran menulis fiksi antara lain sebagai berikut
1.      Tujuan
Pembelajaran menulis fiksi harus memiliki tujuan yang jelas. Kejelasan tujuan memungkinkan terciptanya suasana belajar yang menyengankan sehingga siswa dapat belajar secara otpimal dan terarah

Contoh :
Pak Yoto, guru kelas 4 SD Tanjung 3 akan melaksanakan pembelajaran menulis cerpen di kelasnya. Salah satu tujuan khusus pembelajran yang telah dirumuskannya seperti berikut : Setelah membaca cerpen, siswa kelas 4 SD dapat mengembngkan cerpen itu sesuai dengan rambu-rambu yang ditentukan oleh guru. Sebelum kegiatan dimulai, Pak Yoto memberitahukan bahwa pada jama pelajaran Bahasa Indonesia hari itussiswa akan diminta melengkapi atau mengembangkan sebuah cerpen yang tertulis di papan tulis. Setelah membaca, siswa diminta melanjutkan cerpen itu secara tertulis berdasarkan rambu-rambu yang telah ditulis Pak Guru di bagian bawah cerpen itu.
Dari cotoh di atas tampak bahwa seblum pembelajaran dimulai, guru terlebih dahulu menginformasikan kepada siswa tujuan yang ingin dicapai dari pembelajran itu dan bagiamana cara mencapainya
  
2.      Pemilihan Bahasa
Bahsa pembelajaran menulis fiksi yang dipilih dan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik siswa. Adanya kesesuaian antara bahan pembelajaran menulis fiksi dengan karakteristik siswa, yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kemampuan bahasanya seperti lingkungan hidupnya, merupakan kriteria yang harus digunakan sebagai pertimbangan guru pada waktu memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran menulis fiksi. Dengan bahan yang sesuai siswa akan merasa senang belajar shingga mereka dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Tidak dapat dimungkiri bahwa anak berusia 6-9 tahu n(kelas 1-3 SD) sangat menykai cerita-cerita sederhana dari kehidupan sehari-hari, terutama yang lucu-lucu dan dongeng binatang anak beusia 9-12 tahun (kelas 4-6 SD) lebih menyukai cerita-cerita yang menggambarkan pahit manisnya hidup kekeluargaan yang dilukiskan secara lebih realistis, cerita-cerita fantasi (science fiction) dan cerita-cerita petualangan.
Selain memenuhi syarat kesesuaian dengan perkembangan jiwa, pemilihan dan pengembangan bahan pembelajaran menulis fiksi juga harus disesuaikan dengan kemampuan berbahsa anak. Kemampuan siswa SD dalam menggunakan bahsa sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaannya masih terbatas. Penggunaan kata-kata yang telah mereka kenal dari lingkup hidupnya sehari-hari dan susunan kalimat yang mereka buat pendek-pendek.
Agar pembelajaran menulis fiksi dapat dilaksanakan secara terpadu dengan pembelajaran keterampilan berbahsa dan aspek-aspek kebahsaan lainnya, guru harus dapat memilih tema yang tepat sebagai alat pengaitnya. Dengan tema yang tepat alur pembelajarannya akan berlangsung dengan lancar. Perpindahan dari sekuen kegiatan yang satu ke sekuen kegiatan berikutnya tidak akan tersendat-sendat.
3.      Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran menulis fiksi bertujuan untuk memotivasi,bukan untuk menghakimi siswa. Penilaian terhadap karangna siswa sebaiknya berupa komentar untuk kekurangna dan pujian untuk kelebihan yang terdapat dalam karangan itu yang ditulis guru pada kertas pekerjaan siswa. Karangan yang sudah diperiksa, diberi komentar atau pujian dipasang di papan pajangan kelas. Siswa  akan merasa bangga sebab di samping mendapat pujian, teman-teman lainnya ikut membaca karangannya. Sedangkan pengarang yang mendapat komentar terpacu semangatnya untuk memperbaiki diri sebab ia malu bial pada kesempatan berikutnya masih membuat kesalahan-kesalahan dalam karangannya. Persaingan dalam belajar yang sportif dan positif, dengan demikian, akan selalu terjadi antar siswa dalam kelas. Iklim belajar seperti inilah yang mampu membuat kelas menjadi hidup.
Anda dapat membayangkan, apa yang mungkin terjadi jika setiap kesalah yang terdapat dalam karangan siswa dicoret-coret tanpa komentar. Apapun dang langsung diberi nilai dengna angka. Tentu siswa tidak pernah tahu akan kekurangan atau kesalah dan kelebihannya. Akibatnya ia menganggap belajr menulis fiksi itu hanyalah sekeder tugas yang dibebankan oleh guru pada dirinya. Bagi siswa seperti ini, mengarang atau menulis merupakan pelajaran yang sangat membosankan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar