Get Gifs at CodemySpace.com

Kamis, 30 Juni 2011

Hakikat Pendidikan Karakter

Semua orang membicarakan pendidikan karakter. Bahkan tema utama yang diangkat dalam rangka memperingati Hardiknas tahun 2010  adalah “Pendidikan karakter dalam rangka membangun peradaban bangsa” dan Hari Sumpah Pemuda “Membangun Karakter Pemuda Demi Bangsa”. Selain itu, di berbagai tempat dan papan poster terpampang pendidikan karakter. Apa sebenarnya pendidikan karakter?
Perlu dilihat terlebih dahulu hakikat pendidikan. Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi) (Adnan, 2010). Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh 3 dimensi dasar kemanusiaan: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan , dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Masih ingat tokoh pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa Yogyakarta yang memberikan teladan dengan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani (didepan memberi contoh, di tengah ikut berkarya, dan di belakang turut mendukung). Selain itu tokoh pendidikan tersebut pernah mengatakan pesan bahwa, “Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban, budaya, dan persatuan.” Pesan tersebut disampaikan di Taman Siswa Yogyakarta.
Dukungan pendapat tersebut disampaikan oleh Prof. Wuryadi (Adnan, 2010)bahwa manusia pada dasarnya baik secara individu dan kelompok, memiliki apa yang jadi penentu watak dan karakternya yaitu dasar dan ajar. DASAR, dapat dilihat sebagai apa yang disebut modal biologis (genetik) atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki (teori konstruktivisme), sedangkan AJAR adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan atau perubahan yang direncanakan atau diprogram.
Pemikiran-pemikiran mengenai pendidikan karakter tersebut diperkuat dengan dasar hukum yang jelas pada UU Sisdiknas pasal 3, bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka mewujudkan pendidikan karakter pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengimplementasikan di sekolah dan kampus. Namun demikian, kita harus menrujuk pendapat Stiles (1998) bahwa “Pembangunan karakter tidak dapat dilakukan dengan serta merta tanpa upaya sistematis dan terprogram sejak dini” (Furqon, 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar